Arista Novi Sandra 1109005026
Priscilla Maria Sariyono Putri 1109005027
Muhammad Andry Rahim 1109005030
Agar Sektiono Widodo 1109005032
Irenius Rea Adja Dji 1109005033
Nur Hanifah Septiani 1109005034
Cyrilus Jefferson Bour 1109005035
Bina Ichsantya 1109005036
Putu Bulan Sasmita Dewi 1109005040
Irma Rozalina 1109005041
Muhammad Andry Rahim 1109005030
Agar Sektiono Widodo 1109005032
Irenius Rea Adja Dji 1109005033
Nur Hanifah Septiani 1109005034
Cyrilus Jefferson Bour 1109005035
Bina Ichsantya 1109005036
Putu Bulan Sasmita Dewi 1109005040
Irma Rozalina 1109005041
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
______________________________________________
DOWNLOAD
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
DOWNLOAD
______________________________________________
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan merupakan tempat untuk
melekatnya otot yang menggerakan kerangka tubuh. Pada bagian tengah tulang juga terdapat
rongga yang berisi jaringan hematopoetik yang membentuk sel-sel darah. Komponen utama jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal
garam (hidrosiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organik tulang (osteoid) sekitar 70% terdiri dari kolagen tipe I, yang
sifatnya kaku dan memberikan kekuatan pada tulang. Bahan organik lain yang menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat.
Tulang
memiliki tiga jenis sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Metabolisme tulang dipengaruhi oleh beberapa
hormon diantaranya hormon paratiroid, estrogen, glukokortikoid, peningkatan
kadar hormon paratiroid akan menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan
masuk kelairan darah. Selain itu,
peningkatan hormon paratiroid juga meningkatkan aktivitas osteoklas secara
perlahan-lahan, sehingga terjadi demineralisasi tulang. Hormon estrogen mempengaruhi osteoblas,
sehingga penurunan estrogen akan menurunkan aktivitas oetoblastik yang menyebabkan
penurunan matriks tulang. Fungsi
osteoblas juga tertekan apabila dilakukan pemberian glukortikoid dalam dosis
besar.
Fraktur merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang umum disebabkan
oleh trauma atau dengan kata lain fraktur (patah tulang) merupakan kerusakan
jaringan tulang yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan
kesinambungan. Patah tulang disebabkan
oleh suatu trauma atau ruda paksa yang berasal dari luar tubuh, namun ada pula
yang disebabkan oleh suatu penyakit. Frakture
juga bisa bersifat congenital (bawaan) misalnya pada kasus hip displasia. Fraktur pada tulang pelvis, femur, dan tibia
fibula juga dapat melibatkan cedera pada sendi atau jaringan lunak disekitar
tulang yang menyebabkan penanganannya membutuhkan waktu yang lama dan
diperlukan proses evaluasi yang berkelanjutan.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan
keadaan dan posisi tulang yang patah semirip mungkin dengan keadaan normalnya. Fraktur dapat ditangani dengan jalan operasi
dan yang terpenting mengutamakan prinsip
4R yang meliputi Recognisi, Reduksi atau reposisi, Retensi atau fiksasi,
dan Rehabilitasi. Konsep 4R ini dengan
sendirinya akan berjalan dengan baik apabila dilakukan anti infeksi yaitu untuk
meniadakan infeksi yang mutlak dilakukan pada setiap pembedahan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memperkenalkan secara umum tentang fraktur tulang pelvis, femur, dan
tibia fibula dan cara penanganan yang mungkin dilakukan pada kasus fraktur
tulang pelvis, femur, dan tibia fibula baik dengan treatmen tanpa operasi atau
dengan melakukan operasi. Dari penulisan
makalah ini diharapkan pula akan mampu memberikan informasi tentang teknik
operasi yang dilakukan berkaitan dengan kasus fraktur tulang pelvis, femur, dan
tibia fibula serta cara penanganan yang harus dilakukan pasca operasi.
1.3 Manfaat
Dari penulisan makalah ini, kita diharapkan untuk mengetahui secara
umum tentang kasus fraktur tulang pelvis, femur, dan tibia fibula pada hewan
khususnya anjing dan cara penanganan yang mungkin dilakukan pada kasus fraktur
tulang pelvis, femur, dan tibia fibula baik dengan treatment tanpa operasi atau
dengan melakukan operasi, mampu memahami teknik operasi yang dilakukan
berkaitan dengan kasus fraktur tulang pelvis, femur, dan tibia fibula serta
cara penanganan yang harus dilakukan pasca operasi dilakukan, sehingga dapat
diterapkan pada penanganan kasus fraktur nantinya.
______________________________________________
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur merupakan jenis fraktur yang
sering terjadi pada anjing terutama akibat kecelakaan lalu lintas. Bagian batang, distal, atau salah satu
trokanter dapat rusak. Sering pada
anjing, fraktur terjadi bersamaan dengan dislokasi hip-joint. Kepincangan, pemendekan tungkai, pembengkakan
lokal, dan sakit saat menggerakkan kaki sering teramati. Krepitasi bisa ditemukan atau tidak sama
sekali. Fraktur femur biasanya
mengharuskan untuk eutanasia pada hewan besar, tapi pada hewan kecil
penyembuhan dapat terjadi secara parsial atau sempurna.
2.2 Penyebab
Fraktur Femur
Patah
pada tulang femur dapat disebabkan oleh trauma. Fraktura karena trauma dapat dibedakan menjadi
dua, (1) fraktura os femur directa yaitu fraktura yang terjadi tepat di tempat
trauma tersebut datang. (2) Fraktura os femur indirecta yaitu fraktur yang
terjadi tidak tepat di tempat trauma tersebut datang.
Secara umum penyebab fraktura dapat
dibagi menjadi dua macam:
A. Penyebab
ekstrinsik
-
Gangguan langsung:
trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktura, misalnya tertabrak,
jatuh dari ketinggian.
-
Gangguan tidak
langsung: bending, perputaran, kompresi.
B. Penyebab
intrinsik
-
Kontraksi dari otot
yang menyebabkan avulsion fraktur, seperti fraktur yang sering terjadi pada
hewan yang belum dewasa.
-
Fraktur patologis:
penyakit sistemik, seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia,
osteoporosis,hyperparatyroidism, osteomalacia.
-
Tekanan berulang yang
dapat menyebabkan fraktur.
2.3 Diagnosis dan Terapi
Diagnosis
fraktur dilakukan dengan anamnesis, inspeksi, pergerakan, pengukuran, palpasi
dan pemeriksaan foto rontgent. Anamnesis
dilakukan untuk mengetahui fraktur, penyebab, kapan terjadinya sehingga dapat
membantu diagnosis. Inspeksi dilakukan
dengan seksama pada anggota gerak, apakah ada kepincangan, pembengkakan,
kekakuan gerak, perubahan warna, kebiruan, pucat dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan
bagian kaki yang sehat dengan yang sakit, apakah terlihat simetris. Palpasi dilakukan dengan cara yang hati–hati
untuk mengetahui untuk mengetahui adanya krepitasi, oedema, rasa sakit, dan
lain-lain. Diagnosis paling tepat adalah
dengan foto rontgent. Pemotretan fraktur
harus diambil dari dua sisi yang saling tegak lurus sehingga diperoleh gambaran
kedudukan tulang yang mengalami fraktur secara jelas sehingga akan membantu
terapinya.
Cara penanganan fraktur pada dasarnya ditempuh dengan dua
tahapan yaitu reposisi atau mengembalikan fragmen tulang pada kedudukan semula,
kemudian dilanjutkan dengan fiksasi atau immobilisasi yaitu mempertahankan
keadaan hasil reposisi tersebut sampai fungsinya dapat normal kembali. Prinsip dasar penanganan fraktur adalah
aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan awal saat menangani
kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan
oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian shock, kemudian baru
menormalkan kembali fungsi jaringan yang mengalami kerusakan.
Penanganan
fraktur menggunakan konsep 4 R yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi. Untuk reduksi atau
reposisi dilakukan secara terbuka yaitu pembedahan. Kemudian rotasi atau
fiksasi dilakukan dengan pin intramedullar yang dimasukkan dengan intramedullar
drill. Penggunaan pin intrameduler sering dilakukan pada kasus fraktur pada
tulang panjang, dimana penggunaan fiksasi ini lebih efektif, murah dan resiko yang
ditimbulkan rendah dibandingkan fiksasi dengan jenis lain. Terdapat beberapa macam teknik fiksasi yang dapat
diterapkan pada fraktur femur, termasuk pin intramedullar tertutup, pemasangan
plate tulang, dan fiksasi eksternal. Beberapa
fraktur dapat difiksasi cukup dengan satu teknik, beberapa kasus dapat juga
dengan teknik khusus. Fraktur tranversal
cukup stabil setelah difiksasi dengan pin intramedullar.
Reduksi atau
reposisi pada fraktur tulang pada prinsipnya dapat dilakukan secara tertutup
dan terbuka. Cara tertutup adalah suatu
tindakan terapi tanpa pembedahan yaitu dengan cara mereposisi bentuk patahan
tulang ke kedudukan yang normal. Cara
ini dapat dilakukan pada bentuk patah tulang yang sederhana dan memungkinkan
untuk direposisi dari luar, misalnya patah tulang panjang radius, ulna, tibia,
fibula, femur, dsb. Reposisi tertutup
ini biasanya dilakukan di bawah apestasi umum, kemudin difiksasi dengan
pembalutan dengan gips atau yang sejenis seperti bar, thomas splint, dsb.
Reposisi
terbuka adalah suatu perawatan fraktur yang paling menguntungkan yaitu dengan
pembedahan. Metode ini dikenal dengan
istilah open reduction and internal fixation atau reposisi terbuka dan fiksasi
internal. Teknik insisi dilakukan dengan
cara tertentu yang aman dan cepat untuk mencapai daerah fraktur. Fraktur diperiksa dan dipelajari hematom atau
bekuan darah dan jaringan yang mati dikeluarkan dari luka. Fraktur kemudian direposisi ke kedudukan
semula secara manual. Sesudah direposisi
kemudian difiksasi atau distabilkan dengan pemasangan peralatan ortopedik yang
sesuai seperti pin, skrup, plat dan skrup, kawat baja, dll.
Dalam bidang
bedah ortopedi fiksasi patah tulang dengan menggunakan gips banyak digunakan. Gips adalah mineral yang terdapat di dalam
tanah dengan formula CaSO4 2H2O. Bahan
ini memiliki keistimewaan bila dicampur dengan air maka akan kembali mengeras. Bagian tubuh yang dibalut dengan gips ini
tidak dapat bergerak dengan bebas. Kondisi
ini sangat baik dan banyak digunakan terutama jika dikehendaki suatu bagian
tubuh pasien tida bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menunggu
sembuhnya tulang yang patah.
Pembalutan gips tidak boleh terlalu kuat atau kencang
karena mempunyai efek tidak baik sehubungan dengan vaskularisasi darah dan
bahkan dapat menimbulkan nekrosenya jaringan di sebelah distalnya. Teknik ini hanya dapat dipelajari dengan
melakukan secara berulang-ulang.
Gambar 1. Foto Rontgen Fraktur Os Femur Posisi Latero-Medial |
Gambar 2. Foto Rontgen Fraktur Os Femur Posisi Ventro-Dorsal |
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Anestesi
Anastesi yang digunakan adalah anastesi umum
inhalasi. Obat yang dipakai dalam
anastesi ini adalah sebagai premedikasi digunakan Atropin sulfat pada dosis
0,02-0,04 ml/kgBB. Setelah 10 menit,
disuntikan kombinasi obat xylasin-ketamin dengan dosis masing-masing xylasin
1-3 ml/kgBB dan ketamin 10-15 ml/kgBB. Dosis
ini berlaku pada pasien yang memiliki kondisi tubuh yang secara umum baik. Untuk menjaga ke stabilan anestesi dan
memperpanjang masa kerja, maka dilakukan anestesi inhalasi menggunakan
Isoflouran.
3.2
Pre Operasi
·
Persiapan Obat dan Alat
Obat
yang harus dipersiapkan adalah obat Premedikasi yang meliputi atropine sulfat,
obat anastesi yang meliputi Xylasin dan Ketamin, Isoflouran untuk anestesi
inhalasi, antibiotik cair, dan obat antibiotik tabur.
Alat
yang digunakan adalah stetoskop, termometer, alat pencukur, tali (handling),
skalpel, pinset anatomis, pinset sirurgis, needle holder, jarum, benang jahit,
tang arteri, tampon, towel clamp, gunting (lurus tumpul, lurus tajam, lurus
bengkok), bor tulang, gergaji tulang, pin
cutter, gips, dan bone pin, bone wire, bon plate, beserta bone screw yang digunakan
sesuai jenis fraktur dan jenis hewannya.
·
Persiapan Tempat
Operasi
Tempat operasi yang digunakan harus
bersih. Serta sudah di disinfeksi.
Cahaya dalam ruangan harus terang supaya operasi berjalan lancar.
·
Persiapan Operator dan
Co Operator
Sebelum melakukan operasi, baik
operator maupun co-operator harus terlebih dahulu melepas semua asesoris yang
dapat mengganggu jalannya operasi.
Tangan operator dan co-operator harus steril dalam melakukan operasi
untuk menghindari adanya infeksi bawaan dari luar tubuh hewan. Tangan
dicuci dengan menggunakan air bersih dan sabun, setelah itu dapat dibasahi
kembali dengan larutan alkohol 70%, lalu gunakan hand gloves steril.
3.3
Teknik Operasi
Beberapa pendekatan dalam teknik
pembedahan yang dapat dilakukan pada operasi penanganan kasus fraktura os
femur. Pendekatan ini dipilih
berdasarkan tempat terjadinya patah pada os femur tersebut.
A. Fraktura os femur
Kulit
pada daerah lateral femur disayat mengikuti sumbu panjang os femur kira-kira
5-7 cm. Pembedahan dilakukan dari
sebelah lateral dengan membuat sayatan tepat dari trochanter mayor condylus
lateralis, kemudian juga disayat fascia femoris dengan m. tensor fascia lata.
M. biceps femoris ditarik ke
kaudal dan m. vastus lateralis yang terletak diprofundal dari m.
tensor fascia latae ditarik ke cranial, maka sebagian besar dari os femur
akan nampak. Dengan demikian pemasangan aparat fiksasi dapat dilakukan.
Bone
pin dimasukkan ke dalam sumsum tulang (medulla) femur ke bagian atas terlebih
dahulu, lalu dilakukan toggling untuk memasukkan bone pin ke dalam
medulla os femur bagian bawah dari fraktur. Sebelum digunakan, pin diukur untuk
menentukan kedalaman tulang agar tidak terlalu pendek maupun menembus tulang.
Setelah
os femur mengalami reposisi dan fiksasi dilakukan penjahitan pada bagian otot
yang tersayat dengan benang vycryl 3-0 menggunakan pola jahitan terputus.
Subcutan dijahit dengan benang plain catgut 3-0 menggunakan pola jahitan
menerus. Kulit dijahit dengan benang non absorbable menggunakan pola jahitan
terputus. Bekas sayatan diberikan iodium tincture 3% dan antibiotic tabur lalu ditutup
dengan kasa steril. Kemudian hewan diinjeksi antibiotic dan antiradang.
Setelah
penutupan selesai, dilakukan x-ray untuk melihat kedalaman pin yang telah
terpasang. Apabila pin yang dipasang sudah tepat, maka pin yang ada diluar
tubuh dipotong dengan menggunakan pin
cutter.
Gambar 3. X-ray setelah pemasangan pin |
B.
Fraktura os femur proksimalis
Metode
operasi yang digunakan adalah pemasangan bone pin dan bone wire. Pertama-tama sayatan dilakukan pada kulit di
daerah paha lateral. Sayatan dilakukan sejajar dengan os femur, dengan panjang
sayatan lebih kurang 3 cm. Setelah kulit terbuka, otot-otot yang berada
dibawahnya seperti M. biceps femoris
dikuakkan tepat diatas os femur, hal ini dilakukan untuk meminimalisir
kerusakan jaringan. Setelah dikuakkan, dicari posisi tulang yang mengalami
fraktur.
Setelah
tulang yang mengalami fraktur terlihat, tulang dikuakkan dengan pengungkit.
Pada kedua sisi oblique tulang yang fraktur dilakukan sedikit pemotongan untuk
meratakan permukaan tulang sehingga mudah disatukan kembali kedua sisinya. Bone
pin terlebih dahulu dimasukkan dalam lumen os femur bagian distal, harus
dipastikan bahwa bone pin benar-benar terfiksasi kuat didalam lumen tulang.
Selanjutnya bagian ujung bone pin yang telah dimasukkan ke dalam os femur
distal disatukan dengan os femur proksimal.
Mengingat
bentuk patahan tulang yang tidak beraturan perlu dilakukan bone wire untuk
lebih memperkuat fiksasi os femur. Bone wire dilakukan di dua lokasi os femur
yang mengalami fraktura.
Setelah
os femur mengalami reposisi dan fiksasi dilakukan penjahitan pada bagian otot
yang tersayat dengan benang vycryl 3-0 menggunakan pola jahitan terputus.
Subcutan dijahit dengan benang plain catgut 3-0 menggunakan pola jahitan
menerus. Kulit dijahit dengan benang non absorbable menggunakan pola jahitan
terputus. Bekas sayatan diberikan iodium tincture 3% dan antibiotic tabur lalu ditutup
dengan kasa steril. Kemudian hewan diinjeksi antibiotic dan antiradang.
Setelah
penutupan selesai, dilakukan x-ray untuk melihat kedalaman pin yang telah
terpasang. Apabila pin yang dipasang sudah tepat, maka pin yang ada diluar
tubuh dipotong dengan menggunakan pin
cutter.
Gambar 4. Kombinasi fiksasi menggunakan pin dan wire |
3.4
Pasca Operasi
Untuk perawatan pasca operasi, hewan
ditempatkan pada kandang yang bersih dan kering. Selain itu, perlu juga diberikan kalsium per
oral, analgesic per oral, antibiotic per IM dan anti radang per IM. Kebersihan
luka juga harus dijaga sampai luka kering. Setelah luka kering, agar
meminimalisir pergerakan hewan dan mengurangi resiko bergesernya antar patahan
maka dibantu dengan fiksasi eksternal menggunakan gips.
Stadium persembuhan terhadap kasus
fraktura dibagi menjadi tiga tahapan:
1. Stadium
callus primer
·
Darah memenuhi ruang
antar fraktur dan sekitarnya, kemudian darah membeku.
·
Infiltrasi sel endotel
dan osteogenik (berasal dari periost).
·
Osteogenik berubah
menjadi osteoblast dan chondroblast, lambat laun sel-sel ini akan membentuk jaringan
ikat baru yaitu calus sementara atau callus primer.
·
Callus primer
keadaannya masih lunak.
· Proses
ini berjalan 4 sampai 5 hari.
2. Stadium
callus sekunder (regenerasi)
·
Stadium ini merupakan
lanjutan dari stadium primer.
·
Callus berangsur-angsur
mengecil dan konsistensinya mulai mengeras karena infiltrasi sel osteoblast dan
chondroblast yang bertambah banyak.
·
Bentuk callus mulai
mirip jaringan tulang atau osteoid/ callus sekunder.
· Proses
ini berjalan 3 sampai 6 minggu
3. Stadium
konsolidasi atau ossifikasi
·
Penyebaran unsur
kalsium dan fosfor dari darah.
·
Konsistensinya mulai
keras.
·
Proses berjalan sekitar
6 minggu sampai 6 bulan
______________________________________________
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Fraktur femur merupakan
jenis fraktur yang sering terjadi pada anjing terutama akibat kecelakaan lalu
lintas. Patah pada tulang femur dapat
disebabkan oleh trauma. Fraktura karena trauma dapat dibedakan menjadi dua, (1)
fraktura os femur directa yaitu fraktura yang terjadi tepat di tempat trauma
tersebut datang. (2) Fraktura os femur indirecta yaitu fraktur yang terjadi
tidak tepat di tempat trauma tersebut datang. Secara umum penyebab fraktura
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu penyebab ekstrinsik dan penyebab
intrinsic.
Diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, inspeksi,
pergerakan, pengukuran, palpasi dan pemeriksaan foto rontgent.
Anastesi yang digunakan adalah anastesi umum inhalasi.teknik operasi melalui
dua pendekatan yakni fraktur os femur dan pendekatan fraktur os femur
proksimalis.Stadium persembuhan terhadap kasus fraktura dibagi enjadi tiga
tahapan yakni Stadium callus primer, Stadium callus sekunder (regenerasi),dan
Stadium konsolidasi atau ossifikasi.
4.2
Saran
Pada kasus fraktur femur tingkat
kesulitan pembedahan cukup tinggi. Sebagai dokter hewan di harapkan memiliki
keterampilan yang baik. Selain itu, ketersediaan alat sangat menentukan
keberhasilan operasi. Pemilik hewan diharapkan memberikan perhatian khusus
kepada hewan pasca operasi guna untuk mempercepat kesembuhan hewan.
______________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2012. Fraktura. Terdapat pada [http://azwarindonesia.blogspot.com/2012/05/fraktura-i.html].
Diakses pada 30 November 2014.
Dudley, HAF, dkk. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah.
Jakarta : EGC
Koesharjono.
Drh. 2011. Fraktur
Femur pada Anjing Muda dan Anjing Dewasa. Terdapat
dalam
[http://veterinaryclinic-drhkoes.blogspot.com/2011/08/fraktur-femur-pada-anjing-muda-dan.html]. Diakses
pada 30 November 2014.
Kumar,
Amresh. 1997. Veterinary Surgical
Techniques. New Delhi : Vikas Publishing House PVT LTD
Sudisma,
I.G.N. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan
Teknik Operasi. Bali : Udayana University Press
Yudhi. 2010. Operasi Fraktur Serta Obat dan Anastetika.
Terdapat dalam [http://yudhiestar.blogspot.com/2010/05/operasi-fraktur-serta-obat-dan.html].
Diakses pada 30 November 2014.