cookieOptions = {...}; Kejadian Prolapsus Uteri pada Sapi Primipara yang Mengalami Distokia Karena Megafetus dan Ditangani Dengan Tarik Paksa | My veterinary days

Friday, January 30, 2015

Kejadian Prolapsus Uteri pada Sapi Primipara yang Mengalami Distokia Karena Megafetus dan Ditangani Dengan Tarik Paksa

TUGAS MATA KULIAH
ILMU KEBIDANAN DAN KEMAJIRAN


KEJADIAN PROLAPSUS UTERI PADA SAPI PRIMIPARA YANG MENGALAMI DISTOKIA KARENA MEGAFETUS DAN DITANGANI DENGAN TARIK PAKSA


                               Putu Bulan Sasmita                             1109005040
                                    Irma Rozalina                                      1109005041
Elsa Hidayati                                      1109005042
Elti Febilani                                         1109005047
Noviriolla Maria                                  1109005048


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
______________________________________________

DOWNLOAD
______________________________________________

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi merupakan hewan ternak dengan kegunaan yang banyak, baik pada aspek pangan hingga pada aspek ekonomi. Khusus pada kegunaannya di aspek ekonomi, sapi yang baik dituntut untuk bisa menghasilkan 1 anak dalam 1 tahun hingga tidak memungkinkan lagi untuk berproduksi. Terkadang, tuntutan untuk mendapatkan bibit yang baik membuat para peternak memilih pejantan yang baik pula. Namun, pada beberapa kasus lainnya, terdapat induk yang terlalu dini untuk dikawinkan sehingga memungkinkan distokia.
Distokia merupakan keadaan dimana tahap pertama, terutama tahap kedua, proses kelahiran diperpanjang, sulit dan tidak akan mungkin berlangsung tanpa bantuan dari dokter hewan. Keadaan ini pada umumnya bisa terjadi akibat kebuntingan sebelum waktunya, penyakit pada uterus, kematian fetus dan kelahiran kembar, atau pada kebuntingan yang berakhir jauh melewati waktunya karena fetus yang terlampau besar.
Fetus yang terlampau besar atau seringkali dikenal dengan megafetus merupakan keadaan yang disebabkan oleh gen autosomal yang diturunkan baik dari induk maupun pejantan. Selain itu mengawinkan indukan yang terlalu muda dimana hewan tersebut merupakan sapi dara yang sudah mengalami dewasa kelamin namun belum mencapai dewasa tubuh. Insiden distokia ini lebih sering menyerang hewan primipara daripada pluripara.
Fetus yang besar akan membuat induk yang kecil terutama yang baru pertama melahirkan akan susah untuk mengeluarkan fetusnya. Pengeluaran fetus harus dibantu dengan tenaga dokter hewan maupun paramadis yang dipercaya. Penanganan distokia akibat fetus yang besar ini salah satunya adalah dengan menarik paksa fetus. Namun pada kebanyakan kasus yang terjadi, tarik paksa ini akan menyebabkan prolapsus vagina atau yang lebih parah akan menyebabkan prolapsus uteri. Kemungkinan terjadinya prolapsus uteri akibat megafetus ini mendorong kami menulis paper ini.



1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam tulisan ini adalah bagaimana megafetus dapat menyebabkan prolapsus uteri dan penanganannya?

1.3 Tujuan
Tujuan dari tulisan ini adalah menjabarkan mengenai hubungan terjadinya prolapsus uteri yang diakibatkan  megafetus pada sapi primipara, dan bagaimana penanganannya.

1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat memperluas ilmu kebidanannya terutama pada penyakit post-partus yaitu prolapsus uteri.
______________________________________________

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prolapsus Uteri
Prolapsus uteri merupakan keadaan dimana seluruh uterus membalik dan menggantung keluar dari vulva. Prolapsus atau pembalikan uterus sering terjadi segera sesudah partus dan jarang terjadi beberapa jam sesudah itu. (Toelihere, 2010). Namun pada beberapa referensi lain disebutkan bahwa prolapsus uteri merupakan keluarnya uterus dari kedudukan normal, baik sebagian ataupun seluruhnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana uterus membalik dan menuju arah luar tubuh baik sebagian maupun seluruhnya.

2.2 Faktor Penyebab Prolapsus Uteri
Penyebab prolapsus uteri adalah hewan selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra-abdominal saat berbaring maupun secara genetik (Ratnawati 2007).
Pada sapi perah prolapsus uteri sering terjadi pada hewan yang selalu dikandangkan dan melahirkan di kandang dengan bagian belakang lebih rendah daripada bagian depan. Penarikan paksa memakai tenaga berlebihan menyebabkan ketegangan sesudah pertolongan distokia. Predisposisi terhadap prolapsus uteri adalah pertautan mesometrial yang panjang, uterus yang lemas, atonik dan mengendur, retensio secundinarum terutama pada apeks uterus bunting, dan relaksasi pelvis dan daerah peritoneal secara berlebihan. (Toelihere 2010).
Selain factor diatas, beberapa factor lainnya adalah :
1.      Tonus uteri yang buruk
Kurangnya tonus pada uteri dapat menyebabkan uterus terlipat ke dalam dan menyebabkan bagian dinding bergerak ke arah inlet pelvis. Pengejanan kemudian mendorong organ yang lembek melalui vagina.
2.      Peningkatan pengejanan
Hal ini disebabkan oleh kesakitan atau ketidaknyamanan setelah melahirkan
3.      Peningkatan tekanan intra-abdominal, timpani dan rebah
4.      Tarikan yang berlebihan
Tarikan yang berlebihan saat membantu proses kelahiran dan berat dari retensi membran fetus diduga sebagai faktor predisposisi lainnya.

2.3 Tanda Klinis Prolapsus Uteri
Tanda klinis prolapsus uteri cukup jelas. Hewan biasanya berbaring tetapi dapat pula berdiri dengan uterus menggantung ke kaki belakang. Selaput fetus dan/atau selaput mukosa uterus terbuka dan biasanya terkontaminasi dengan feses, jerami, kotoran atau gumpalan darah. Uterus biasanya membesar dan oedematous terutama bila kondisi ini telah berlangsung 4 sampai 6 jam atau lebih. (Toelihere 2010).

2.4 Tarik Paksa pada Kasus Distokia
            Penarikan secara paksa ialah pengeluaran fetus dari induk melalui saluran kelahiran dengan menggunakan kekuatan atau tarikan dari luar. (Toelihere, 2010)

2.5 Megafetus
Megafetus adalah kondisi dimana fetus terlampau besar secara abnormal. Fetus yang berukuran terlampau besar sering ditemukan pada bangsa-bangsa sapi besar seperti FH dan Hereford, dan umumnya berkelamin jantan. Fetus yang terlampau besar dapat disebabkan karena emfisema, anasarka,atau karena kebuntingan yang melampaui umur 300 hari, atau monstrositas seperti Schistosomus reflexus, ankilosa dan monster ganda (Toelihere, 2010). 
______________________________________________

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Prolapsus Uteri yang Disebabkan Tarik Paksa
Distokia merupakan kejadian dimana fase kedua dalam proses kelahiran menjadi sulit dilakukan tanpa bantuan dokter hewan. Distokia ada berbagai penyebab, salah satunya adalah akibat besarnya fetus atau megafetus. Ada beberapa factor penyebab megafetus, seperti pakan induk maupun genetic pejantan yang tidak sesuai dengan tubuh induk terutama pada sapi yang baru pertama melahirkan (primipara).
Pada kasus distokia akibat megafetus, terutama pada induk primipara, peningkatan tekanan dalam mendorong fetusnya sangat besar. Keadaan dimana dorongan yang diberikan besar namun tidak dapat mengeluarkan fetus ini membuat induk butuh bantuan dalam mengeluarkan fetusnya. Selain keadaan fetus yang besar, pinggul yang sempit pada induk primipara semakin menyusahkan fetus untuk keluar. Dokter hewan biasanya dapat melakukan secto caesaria jika memungkinkan. Namun pada keadaan terbatas dokter hewan akan melakukan tarik paksa untuk mengatasinya.


Saat menarik paksa, tarikan yang terlalu kuat akan bisa menyebabkan prolapsus uteri. Selain karena penarikan oleh dokter hewan yang terlampau kuat, terjadinya pecah ketuban pada penanganan yang lama semakin memungkinkan terjadinya prolapsus uteri. Hal ini dikarenakan ketuban yang pecah akan membuat janin menempel dengan dinding uterus sehingga pada saat fetus ditarik paksa, dinding uterus juga akan ikut keluar.          


3.2 Penanganan Kasus Prolapsus Uteri
          Penanganan pertama kasus prolapsus uteri adalah dengan menjaga agar uterus tetap basah dan bersih sampai dokter hewan siap mereposisi. Usahakan agar uterus terus berada dalam posisi sejajar vulva untuk mencegah terjadinya oedem dan pecahnya pembuluh darah uterus.  Berikan anastesi epidural dalam dosis yang cukup untuk menghilangkan rasa sakit pada daerah perineal sehingga hewan tidak rubuh dan tidak terjadi defekasi selama penanganan prolapsus.
          Selanjutnya prolapsus ditangani dengan mencuci uterus menggunakan larutan NaCl fisiologis hangat atau dengan air yang telah diberikan antiseptik secukupnya. Uterus, vagina, dan vulva harus dicuci bersih seluruhnya. Apabila terdapat rupture atau robeknya dinding uterus, perlu dilakukan penjahitan dan apabila terjadi perdarahan dilakukan ligase pada pembuluh darah besar disekitarnya.
          Pegang uterus diatas permukaan lantai pelvis saat reposisi kemudian kuakkan bibir vulva. Mula-mula bagian vetral kemudian dorsal uterus dimasukkan, mulai dari pangkalnya dibagian cervix yang terdekat pada vulva. Berikan tekanan dengan telapak tangan untuk mencegah perforasi uterus. Pada akhirnya ujung ovarial uterus didorong dengan tinju melalui vulva, vagina, dan cervix ke dalam rongga uterus.
Sesudah uterus dimasukkan kembali secara sempurna, suntikkan 30-50 satuan oxitocyn secara intramuscular. Masukkan juga larutan antibiotika seperti metritin, terdomyocel (TM) atau preparat-preparat terramycin, aureomycin, tetracyclin atau larutan antibiotika spectrum luas lainnya kedalam uterus. Apabila setelah tiga hari tidak lagi ditemukan adanya prolapsus lakukan penjahitan pada vulva dengan jahitan Flessa atau jahitan Buhner.
______________________________________________

BAB IV
PENUTUP
4.1    Simpulan
Prolapsus uteri adalah keadaan dimana uterus menggantung keluar dari vulva. Adanya tarik paksa pada sapi primipara saat mengalami distokia dapat menjadi salah satu alasan terjadinya prolapsus uteri. Penarikan paksa memakai tenaga berlebihan ditambah dengan reaksi mendorong yang dilakukan dinding uterus induk terhadap fetus, akan bisa membuat dinding uterus keluar semua. Dalam penanganannya pastikan uterus bersih dan tetap basah hingga direposisi. Berikan antibiotic untuk mencegah adanya infeksi. Setelah tiga hari diamati tidak terdapat prolapsus, lakukan penjahitan pada vulva dengan jahitan Flessa atau jahitan Buhner.

4.2    Saran
Sebaiknya penanganan distokia harus cepat agar ketuban tidak pecah dan mongering sehingga bisa mencegah kasus prolapsus uteri. Dalam penanganan prolapsus uteri perhatikan tingkat kebersihan dari uterus yang berada diluar tubuh. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya infeksi yang membahayakan.
______________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

K. Jyothi., V. Pridhvidhar R.Y., K. Pradbhakar. R., A. Ganesan., M. Mutha, R. 2014. Dystocia In Conjunction With Uterine Prolapse In a Primiparous Holstein Friesian Cow. International Journal Of Livestock Research. 4 (4) : 47-50
Ratnawati, D., Wulan, C.P., dan Lukman, A. S. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Toelihere, R.M. 2010. Ilmu KebidananPada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Resent post


Recent Posts Widget